Sebuah
kutipan berbunyi "Bukan Gunung yang kita taklukan, melainkan diri kita
sendiri", begitulah pesan yang membekas dari perjalanan kali ini.
06/11/2018.
Angka
di arloji menunjukan pukul enam pagi, dan saya masih sibuk mengemas
peralatan agar muat didalam carrier. Hendphone berdering
setiap saat, menandakan keterlambatan saya sudah mencapai batas darurat..
Jalan
Sumatera tepatnya didepan hotel Aryaduta merupakan titik kumpul kami sebelum
menuju ke rumah salah satu teman di Padalarang. Hampir saja saya ketinggalan (sebenarnya- ditinggalkan) "kereta", namun kedatangan saya tepat saat teman-teman yang lain sedang mengatur boncengan untuk langsung terbang ke Padalarang.
menuju ke rumah salah satu teman di Padalarang. Hampir saja saya ketinggalan (sebenarnya- ditinggalkan) "kereta", namun kedatangan saya tepat saat teman-teman yang lain sedang mengatur boncengan untuk langsung terbang ke Padalarang.
Kemacetan yang membuat becek
pori-pori punggung bagian bawah membuat jaket gunung yang digunakan terasa amat
gerah, dan tentunya semakin mengundur perjalanan kami. Pukul deapan kurang
lebih, kami semua sudah berkumpul sebagai satu tim pendakian, terdiri dari 7
orang, laki semua, iya laki semua, iya laki semuaaa..
Tapi disamping laki semua itu,
ada satu teman yang memiliki bobot berlebih (iya gendut bahasa halusnya). Jadi
tidak menutup kemungkinan perjalan kami sewaktu nanjak nanti hampir sebanding
dengan membawa perempuan (iya cewe).
Sehari sebelumnya kami sudah
memutuskan untuk berangkat menggunakan sepeda motor agar mudah saat mobiliatas mengurus surat kesahatan setibanya di Cianjur nanti, namun karena
mengingat cuaca, jarak tempuh yang cukup jauh (dibanding perjalana ke
gunung-gunung di Garut), dan perjalanan lintas jalur maka kami memutuskan hanya
menggunakan motor sampai Padalarang dan di lanjutkan dengan transportasi umum. Walaupun
jadi agak menguras isi dompet.
Ba’da zuhur kami sudah
menginjakan kaki di Cianjur, setelah menaiki dua moda transportasi yaitu Bus
(20.000 sampai terminal) dan Elf (15.000 terminal-Cibodas). Selanjutnya akan
mengurus surat menyurat, tentunya setelah mengisi perut dengan makan LUNCH’.
Ada kejadian kurang mengenakan
disini. Yang berawal dari kurangnya planning
kami saat briefing sehari sebelum
keberangkatan. Yaitu merencanakan secara bersama segala sesuatu termasuk urusan
surat kesehatan. Setelah melahap makan siang secara bar-bar, salah seorang
teman yang dari awal sudah dipercaya sebagai tim leader menunjukan
kebingungan, yaitu dalam mengurus surat kesehatan, terbesik sedikit kesal karena
hal seperti ini harusnya sudah dipersiapkan dengan matang sebelum berangkat.
Ya, yang namanya tim, mau tidak mau kesalahan leader juga kesalahan kita juga.
Balada Surat
Kesehatan
Waktu telah menunjukan
pukul satu siang, kami baru mendapatkan tujuan selanjutnya yaitu Rumah Sakit.
Bukanya masalah terselesaikan, malah berlanjut. Kata perawat yang bertugas
dokternya sudah pulang karena jam tugasnya hanya sampai jam 12 siang, Plaak!!
Kami semakin kebingungan.
Solusi selanjutnya adalah
klinik. Dengan menyewa angkot lagi kami menuju klinik yang disarankan sopir
angkot. Kini segala harapan kami tersandarkan pada bahu sopir angkot yang kami juga harapkan
dapat mengantarkan kami sampai pemberhentian terakhir nanti yaitu pengurusan
SIMAKSI.
Segala pengaharpan kami dapat
dituntaskan dengan baik oleh sang sopir. Surat kesehatan selesai, sekaligus
keperluan logistik (air mineral) sudah terpenuhi, dengan menguras saku
(25.000/kepala) kami juga langsung diantar ke pemberhentian terakhir sebelum perjalanan dilanjutkan dengan trecking.
SIMAKSI dan
Pendakian
Ba’da ashar kami baru sampai
di pengurusan SIMAKSI, dan satu masalah lagi timbul. Ada salah seorang teman
yang hanya menggunakan sendal gunung (tanpa kaus kaki). Kami mendapatkan
teguran keras dari petugas disana, namun untungnya setelah diancam tidak boleh
melanjutkan pendakian kami menawarkan solusi dengan menambahkan kaus kaki,
awalnya ditolak tapi setelah momen merenung beberapa detik, kami diperbolehkan
lanjut dengan syarat. Peringatan juga diberikan karena kami ingin lintas jalur,
peringatan atas pembatalan lintas jalur jika sesampainya dipuncak cuaca hujan.
Pendakian sesungguhnya
dimulai. Angka diarloji menunjukan pukul 15.45, dengan cuaca agak sedikit
rintik kami melangka perlahan.
Track Gede tidak terlalu berat
karena banya “bonusnya”. Jika dibandingkan dengan gunung pyramid seperti
Ciremai atau Cikurai di Jawa Barat perbandingannya Kira-kira 10:7.
Hari sudah gelap dan semakin
gelap, puncak? Jangan ditanya, alun-alun saja masih seperempat perjalanan lagi.
Saya yang awalnya memipin perjalanan didepan menyadari teman saya yang paling
belakang, ya teman dengan bobot agak berlebih, kesal kembali terbesik disini,
ntah kenapa teman-teman yang lain meninggalkan orang ini dibelakang. Teringat
ketika saya mengalami keram pada betis saat menaiki salah satu gunung di Garut,
saya merasa sangat down saat itu,
merasa sangat tidak berguna, dan lebih baik ditinggalkan saja, namun support
dari tim kala itu membuat saya bangkit kembali, keram saya terasa lebih ringan,
dan perjalanan bisa saya tuntaskan. Karena pengalaman tersebut saya langsung
berpindah posisi ke paling belakang tepat dibelakang teman saya yang membutuhkan
support.
Hari sudah benar-benar gelap,
namun jarak dari rombongan depan dan belakang sangat kontras, sebelumnya sudah
saya peringatkan, mungkin karena bagian belakang yang terlalu lambat jadi
bagian depan terasa melaju dengan cepat. Berkali-kali saya memberikan kode
untuk memperlambat tempo. Karena dari belakng saya, huh sudah banyak jenis
pikiran negative yang terlintas. Semua sudah tergantung dengan kehendak tuhan.
Pukul tujuh lewat tigapuluh
menit. perjalanan masih berlanjut, dan saya semakin tidak enak hati. Karena saya percaya jika di alam bebas ada
pembagian waktu antar makhluk, yaitu manusia sebagai pendatang dengan makhluk
(hidup/dll) setempat, batasanya adalah pukul lima sore. Jika lebih dari
waktu itu dan masih melanjutkan aktivitas perjalanan maka resiko akan semakin
tinggi. Maka saya menyampaikan hal tersebut ke teman-teman dan memutuskan untuk
menghentikan pendakian dan beristirahat untuk melanjutkan perjalanan dini hari
nanti.
CAMP.
Camp kali ini terasa sedikit
membosankan karena tidak diperbolehkan mengadakan ungunan, namun saya dapat
mahfum karena akhir-akhir ini sedang banyak terjadi kasus kebakaran, seperti di
savana flores, merbabu, dan banyak lagi. Maka keramaian malam itu hanya berasal
dari kegiatan masak-masak yang dilakukan dengan asas gotong-royong, ini terjadi
antara memang benar-benar ingin menbantu atau bingung tidak ada pekerjaan lain
lagi.
Saya sendiri dan seorang teman
awalnya bertugas menyiapkan tenda, dan disini ada kejadian lagi, seorang teman
saya seperti melihat gerakan cepat dari semak dibelakang tenda kami, kala itu
saya sedang dibagian depan. Dalam hati saya berkata “ah kejadian ini sepetinya
sudah sewajarnya jika ke alam bebas palagi malam-malam begini” maka saya
berusaha terus positif, saya sampaikan itu hanya babi ke teman saya itu, dan, ia percaya :D.
Entah karena tahayul atau apa,
setelah itu ternyata benar dari kejauhan terdengan suara ringkikan babi yang
sepertinya berjumlah cukup banyak. Saya dan teman saya sepakat dengan suara
itu. Dan pekerjaan kami lanjutkan dengan sistem cepat, aman, dan selamat.
Jarak tenda dari “kerumunan”
masak-masak sekitar empat meter. Namun aroma masakan sudah terasa sampai ke
ubun-ubun. Beberapa saat setelah pekerjaan pertendaan selesai begitu pula
urusan masak-memasak, ternyata benar pekerjaan yang dikerjakan secara
gotong-royong bisa selasai lebih cepat, begitu juga perkerjaan yang dikerjakan
kerena dorongan ketakutan >_<.
Kegitan malam itu terpaksa disudahi
lebih cepat, mengingat besok perjalanana harus dimulai sedini mungkin. Belajar
dari pengalaman saya saat mendapatkan terror babi liar di Papandayan, sebelum
beristirahat kami terlebihdahulu mengamankan seluru makanan dan peralatan yang
berbau makanan untuk digantungkan di tempat tinggi yang agak jauh dari tenda,
untuk mengantisipasi binatang-binatang pencari makanan mengganggu istirahat
kami.
Kami sepakat dengan pukul tiga
dini hari. Obrolan tentang perjandaan menutup topik-topik yang lain, sampai
kami semua terdiam, antara ketiduran dan bingung ingin melanjutkan obrolan
dengan siapa karena keheningan sudah mengisi setiap sudut tenda. Saya sendiri
hanya mendapatkan beberapa menit untuk tertidur karena selalu begitu setiap
kali tidur digunung. Suara-suara binatang malam sudah menjadi langganan telinga
saya, baik yang jaraknya jauh, maupun yang dekat, bahkan hanya dari belakang
tenda, itu artinya tepat beberapa meter dari barisan kepala kami.
(jadi panjang gini urainnya, baik rehatkan sejenak)
***
07/11/18
Summit Attack
Sesuai rencana (tumben), pukul
tiga dini hari seluruh tim sudah siap dengan barang bawaan masing-masing,
begitupun tenda dan semua peralatan termasuk logistik yang kami gantungkan
semalaman sudah tersusun kurang rapih di salah satu carrier anggota tim.
Setelah memanjatkan do’a kami langsung melanjutkan perjalanan ke puncak.
Perjalanan yang kami
perkirakan sudah dekat ternyata diluar ekspektasi. Pada akhirnya pada saat sunrise menyapa, kami masih sibuk
mengatur pernapasan untuk menanjaki setiap tanjakan dan landai.
Kurang lebih pukul enam kami
baru sampai di Alun-alun Suryakencana, Padang Edelweiss... Kami memutuskan
melepas penat dan lapar disana, sembari mengabadikan beberapa moment dan
menciptakannya. Sampai jam sudah menunjukan pukul delapan baru kami melanjutkan
perjalanan ke Pucak Gede.
Gede’s Summit
Sepanjang menyeberangi
Alun-alun mata kami seakan dihipnotis dengan keindahan hamparan edelweiss yang
sedang berguguran mengingat saat itu sedang memasuki musim penghujan. Namun bentangan
tempat yang diberi nama alun-alun itu memang mengalun-alunkan benak seakan
sedang berada diplanet lain yang tidak mengenal keributan di tengah-tengahnya.
Pukul sepuluh kurang saya dan
tiga orang teman sudah menginjakan kaki di puncak Gunung Gede, sesuai
ekspektasi penuh kabut, setengah jam setelahnya baru seluruh tim sudah datang
dan berfoto di tugu puncak.
Kami tidak menghabiskan banyak
waktu di puncak mungkin kurang dari sejam, karena kabut seakan mengisyaratkan
kami untuk segera turun. Karena cuaca tidak begitu membahayakan kami rasa,
pukul sebelas kurang kami meneruskan lintas jalur.
Turun Gunung, via Cibodas, Puncak Perjalanan Versi Saat Itu
Kenapa saya beri subjudul
berbunyi seperti ini? Ya karena begitulah adanya. Sungguh baru kali ini saya
merasakan puncak perjalanan dari naik gunung itu adalah saat turunnya. Yang
biasanya perbandingan naik dan turun itu bisa lebih cepat turun, lah yang ini malah
lebih lama dan lebih menguras tenaga, hati, dan perasaan.
Tidak ada yang tahu perkiraan jarak yang akan ditempuh
untuk turun sampai ke gerbang. Namun tolonya kami saat itu segala bentuk
kudapan baik berat ataupun ringan sudah kami ratakan saat sarapan di Alun-alun.
Nah disinalah saya benar-benar merasa survive. Belum lagi perjalanan turun
tidak bisa dikebut karena terdapat beberapa faktor, yaitu 1) kami tidak tau
jalur (hanya mengandalak map pdf dari google) 2) cuaca hujan sepanjang jalan 3)
toleransi teman yang berbobot tadi 4) track berbatu.
Cuaca hujan deras, logistik ludes diamuk masa, jalur
yang membingungkan, ditambah track yang haduuh batu, batu, dan batu disana
sini, membuat dengkul harus diistirahatkan setiap beberapa meter, belum lagi
pijakan harus benar-benar diperhatikan kalua tidak mau tersandung dan jika
terjadi pasti mengakibatkan cidera yang cukup berat.
Tujuan pertama kami harus sampai di pos Kandang Badak,
mendengar Namanya seakan menjanjikan keramaian yang ada toko-tokonya sehingga
kami bisa membeli beberap cemilan.
Pukul dua siang kami sampai di Kandang Badak. Untuk
kesekian kalinya ekspektasi diluar harapan kembali. Tidak ada apa-apa di
kendang badak, hanya persimpangan antara jaur ke puncak Pangrango dan Gede.
Damn! Memang sih ada dataran buat ngcamp, tapi tidak ada satu tendapun disana.
Jadi kami lanjutkan perjalanan.
Perut sudah memanggil-manggil untuk segera diisi,
tidak cukup hanya dengan air. Badan sudah kedinginan karena lembab diterpa
hujan deras yang menembus jas hujan, dengkul, ah sudah seperti mati rasa.
Pukul 3 kurang lebih kami sampai di pos yang agak
ramai dengan orang-orang dan tenda-tendanya dan terlihat ada warung disana,
karena melihat teman-teman yang lain tidak ada niatan untuk berhenti karena
banyaknya masa disana maka kami terus melanjutkan perjalanan, masih dengan
hujan yang setia menemani.
Ditengah perjalana kami sempat mendirikan fly sheet karena tiba-tiba diterpa hujan
yang cukup deras, sehingga kami bisa mencuri waktu istirahat beberapa menit.
dalam peristirahatan di bawah fly sheet yang
sudah mulai tidak kuat menahan air saya mengusulkan ke teman-teman untuk mengirim
dua orang untuk bisa kebut kebawah, jika sudah sampai di gerbang atau kalua ada
pos memberikan kode.
Hal tersebut dsipakati dan berjalan. Dua orang seperti
membuka jalur jauh kedepan, dengan sisa lima orang lagi berjalan dengan
secukupnya tidak lambat dan juga tidak cepat. Lama setelah melepas dua orang
teman untuk membuka jalan, kode yang diharapkanpun tidak datang. Kami langsung
meneriakinya beberapa kali, namun tidak ada respon, awalnya kami hanya acuh
mungkin mereka terlalu jauh sehingga suara kami tidak terdengar, namun
lama-kelamaan timbul pikiran-pikiran negatif yang mengundang kekhawatiran. Kami
berlima mempercepat langkah. Awalnya masih berlima, ternyata hanya saya dan
seorang teman yang terlalu mempercepat langkah sehingga meninggalkan tiga orang
lagi.
Hap.. hap.. hap.. kami berdua menapaki setiap dataran
batu yang nyaman seperti seorang ninja dengan carrier, sampai sorakan kami mendapat balasan dari dua orang teman
yang sudah duluan tadi. Kami langsung bertemu dan menyampaikan kekhawatiran
kami. lalu memutuskan untuk berhenti menunggu yang lain, sembari
mengistirahatkan dengakul yang seperti sudah overheat.
Saya sendiri mencoba mencari batuan yang menyerupai
kursi da menyandarkan cerrier ke
sana, sekarang posisi saya seperti setengah telentang di kursi malas, ah saya percaya posisi ini adalah
posisi paling favorit bagi setiap pendaki yang lagi kelalahan saat tanjakan,
bahkan saking nyamannya saya sempat ketiduran beberapa menit.
Serangan Beruk
Berekor Panjang
Sebelum “mencapai” gerbang,
saya dan seorang teman sempat diteror oleh beberapa ekor Beruk Ekor Panjang.
Tepat disaat kami lewat terdengar suara berisik dari atas pohon, sontak langkah
kamipun terhenti dan mencoba menenangkan diri terlebih dahulu dan mundur secara
perlahan. Jujur saya termasuk penakut dengan hewan-hewan di alam liar, apalagi
yang langsung menampakan diri seperti ini.
Usai
Pukul empat lebih kami
akhirnya berhasil menyelasaikan tracking di TN. Gede Pangarango ini. Sedikit
jeprat-jepret di gerbang dan langsung menuju ke jalanan untuk bisa mendapatkan
transportasi pulang.
Syukurnya setelah makan malam
di pinggiran toko dengan nasi bungkus, perjalanan ini bisa punya ending yang menyenangkan.
Tadinya kami berharap masih ada bus malam yang bisa membawa kami ke Padalarang,
namun sepertinya keberuntungan sedang berpihak, tiba-tiba ada angkot yang menawarkan
perjalanan pulangnya ke Cimahi untuk mengangkut kami. Berbayar sih tapi lumayan,
kocek yang kami keluarkan tidak sebesar yang kami keluarkan jika naik bus.
Pukul Sembilan malam perjalanan
tim kami tutup di perhentian terakhir, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan
perjalanan ke tempat tinggal masing-masing.
Yap, pada akhirnya, di alam semesta kita bukan siapa-siapa, apapun bisa
terjadi, kapan saja, dan kepada siapa saja, tidak bisa kita hindari atau kita
atur sedemikian rupa, yang dapat kita lakukan hanya bagaimana kita menempatkan
diri padanya, apakah kita akan terbawa arus kekusutan yang tak tau dimana akan berakhir,
atau memilih untuk melawan dan menentukan sikap pribadi sendiri. Taklukan
Egoisme diri.
Semoga Bermanfaat..
Salam..
YANG HARUS DISIAPKAN SEBELUM NAIK GEDE/PANGRANGO LINTAS JALUR PUTRI-CIBODAS:
1) PERLENGKAPAN NAIK GUNUNG (STANDAR)
2) KETAHANAN FISIK, TERUTAMA DIBAGIAN DENGKUL (DIPERSIAPKAN)
3) SURAT KETERANGAN SEHAT, BERTANGGAL SESUAI DENGAN HARI H PENDAKIAN.
4) LOGISTIK (DILEBIHKAN)
5) PENTING, BACA DENGAN BAIK PERATURAN.
Permisi admin
ReplyDeletenumpang promo yah bos
Berjudi di dewalotto menang terus dengan jackpot jutaan rupiah setiap hari
bagi yang bingung main judi kalah terus yuk di coba d sini :
www.dewalotto.club
sillahkan di coba Keberuntungan nya bos dalam bermain di dewalotto.club
Dengan min DP 20rb & WD 20rb bos bisa memenangkan permainan Chip Rupiah Asli loh !
Untuk Info selengkapnya Hubungi kami di :
WHATSAPP : ( +855 69312579 ) 24 JAM ONLINE